Sebera Pedulimu untuk Saudaramu!!!

Solidaritas Kebersamaan

Friday, March 13, 2009

Ketika Nagabonar Perintahkan Berhenti Berpikir



"Jenderal, ku perintahkan kau berhenti berpikir. Kalau kau berpikir, aku pun ikut berpikir, pusing aku".

Kalimat tersebut diucapkan aktor kawakan Deddy Mizwar, yang sering disapa Jenderal Naga Bonar, dalam logat batak yang kental.

"Perintah" terhadap sang Jenderal tersebut diucapkan Deddy Mizwar bukan dalam sebuah akting film atau sinetron, tetapi dalam keadaan sadar tanpa rekayasa.

Meski "jenderal" Deddy Mizwar gelar palsu yang hanya ada di film Naga Bonar, namun sang Jenderal yang diperintahkannya itu adalah jenderal asli berbintang dua yang pernah menjabat Asisten Terotorial (Aster) Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad). Dia tidak lain Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi.

Belum sempat Saurip Kadi menjawab, "Jenderal Naga Bonar" kembali mengatakan, "Mulai saat ini, kau harus berbuat, bekerja untuk kesejahteraan rakyat!". Mendengar perintah tersebut, Saurip Kadi pun langsung menjawab, "Siap, Jenderal!"

Peristiwa nyata tersebut terjadi ketika Deddy Mizwar bersama Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi menyatakan kesiapannya memimpin bangsa Indonesia dalam acara "Refleksi Politik Jenderal Naga Bonar" di Galeri Cipta Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (27/2).

Deddy Mizwar yang lahir di Jakarta, 5 Maret 1955, selama ini dikenal sebagai aktor senior dan sutradara kawakan. Saat ini ia tercatat masih menjabat sebagai Ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional periode 2006-2009.

Sejumlah film dan sinetron berkualitas pernah dihasilkannya bersama Production House (PH) yang didirikannya pada 1997, antara lain sinetron "Mat Angin", serial sinetron ramadhan "Lorong Waktu", "Demi Masa", "Kiamat Sudah Dekat", film "Ketika", film "Nagabonar Jadi 2", dan terakhir sinetron "Para Pencari Tuhan". Deddy Mizwar bertindak selaku produser sekaligus aktor dan sutradaranya.

Julukan "Jenderal Naga Bonar" memang seolah tidak bisa lepas dari Deddy Mizwar karena perannya yang apik dalam film "Naga Bonar".

Kini, menjelang pesta demokrasi 2009, tiba-tiba nama Deddy Mizwar muncul di kancah perpolitikan nasional. Tidak tanggung-tanggung, ia menyatakan kesediaannya memimpin bangsa Indonesia dan bertarung dalam pemilihan presiden dan wakil presiden.

"Selama ini saya tidak pernah bicara politik. Kalau sekarang saya bicara politik, tentu ada sesuatu yang mendorong saya. Kenapa? Karena ada yang salah ’mengatur’ negeri ini," kata Deddy Mizwar.

Dalam pidato refleksi politiknya yang kerap diwarnai guyon dan celetukan segar itu, Deddy Mizwar mengatakan, pemerintahan demi pemerintahan telah berlalu, bahkan masa reformasi telah sepuluh tahun berjalan, namun masih menyisakan sekitar 40 juta orang yang masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Pemerintah, lanjutnya, tidak banyak bertindak melayani rakyat dan rakyat seringkali pasrah menerima keadaan. "Ini pertanda penurunan kualitas budaya bangsa. Pembangunan tidak menyentuh hal-hal yang fundamental," katanya.

Deddy pun mengkritik ketentuan perundangan yang tidak memberi peluang bagi calon presiden independen, serta ketentuan "parliamentary threshold" yang dikatakannya akan menghilangkan banyak suara rakyat yang memilih partai-partai kecil.

"Ketentuan mengenai pengajuan capres hanya oleh parpol atau gabungan itu telah merampok kedaulatan rakyat. Kenapa menghalangi munculnya pemimpin baru yang memberi harapan kepada rakyat. Apa kata dunia?" katanya.

Kalimat "apa kata dunia" yang menjadi ungkapan populer Jenderal Naga Bonar di film "Naga Bonar" itu kerap diucapkan Deddy Mizwar dalam pidatonya.

Meski demikian, Deddy yakin masih ada partai pejuang yang akan mengusung capres yang memenuhi sejumlah persyaratan, seperti mempunyai solusi untuk menghentikan keterpurukan, punya paradigma baru tentang sistem kenegaraan, punya keberanian, punya integritas dan tidak bermasalah.

"Kalau pemimpin bermasalah, jangankan memikirkan rakyat, menyelamatkan diri sendiri saja repot. Karena itu, Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi dan saya, ’Jenderal Naga Bonar’ siap mengembalikan kedaulatan rakyat dengan mengutamakan rakyat," katanya tegas yang disambut tepuk tangan hadirin.

Seperti tidak mau kalah dengan pidato "fenomenal" dan penuh canda dari sang Jenderal Naga Bonar Deddy Mizwar, Saurip Kadi yang mendapat giliran berpidato, tiba-tiba berdiri memberi hormat ala militer kepada Deddy Mizwar, yang meski sedikit kaget namun dengan sigap membalas hormat tersebut.

"Saya harus memberi hormat, karena Bang Deddy Mizwar ini lebih tinggi pangkatnya, dia bintang empat, saya cuma bintang dua," katanya yang disambut tawa dan tepuk tangan orang-orang yang hadir dalam acara itu.

Berbeda dengan Deddy Mizwar yang secara tiba-tiba menyandang gelar Jenderal dalam film Naga Bonar, Saurip Kadi dikenal sebagai prajurit TNI yang cakap dalam karirnya hingga menyandang gelar jenderal berbintang dua hingga pensiun.

Mayor Jenderal TNI (Purn) Saurip Kadi lahir di Brebes, Jawa Tengah, 18 Januari 1951. Karir militernya sebagai perwira pertama dimulai di lingkungan Kodam V/Brawijaya yaitu di Batalyon Infantri 521 Kediri, dilanjutkan di Brigade Infantri 16 masing-masing di Kediri dan Korem 083/Malang. Ia pernah menjabat sebagai anggota DPR RI (1995-1997), Staf Ahli bidang Khusus Menhankam, dan terakhir sebagai Asisten Teritorial Kepala Staf TNI AD.

Dalam pidatonya, Saurip Kadi menyebut sistem kenegaraan di Indonesia yang "semrawut" karena mencampuradukkan sistem presidensial dengan sistem parlementer.

Ia juga berpendapat, dalam negara demokrasi seharusnya ada pemisahan antara negara dan pemerintah.

"Ke depan, kita harus meninggalkan sistem yang semrawut ini. Kita harus menyusun sistem baru berdasarkan ciri bangsa, akal sehat dan budi luhur," kata penulis buku "Mengutamakan Rakyat" itu.

Untuk itu, Saurip Kadi mengajak seluruh komponen bangsa untuk duduk bersama melakukan rekonsiliasi atau islah.

Dalam acara tersebut, tampak hadir sejumlah pimpinan partai politik seperti Partai Buruh, Partai Pemuda Indonesia, dan Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia.

Sulit Bersaing

Deddy Mizwar boleh-boleh saja menyatakan kesiapannya manjadi calon presiden, namun perlu mempertimbangkan berbagai hal seperti kemungkinannya untuk maju dengan dicalonkan oleh partai politik.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina Bima Arya Sugiarto mengatakan, tingkat popularitas Deddy Mizwar memang lebih tinggi dibandingkan para artis lain namun niatnya untuk maju bertarung di pemilihan presiden akan terkendala waktu dan faktor prinsip yaitu partai pendukungnya.

"Pertanyaannya bisa ’nggak dalam waktu yang singkat ini, partai-partai kecil yang mendukungnya berpacu dengan waktu memperoleh dukungan suara untuk memajukan Deddy," ujarnya.

Bima menilai, kesiapan Deddy Mizwar itu tergolong terlambat, meski gagasan yang diusungnya juga penting.

Menurut dia, modal popularitas Deddy sebenarnya bisa digunakan untuk membuat capres dari partai besar melirik peluangnya menjadi cawapres.

Senada dengan itu, pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris juga memperkirakan Deddy akan sulit untuk bersaing dengan calon presiden yang lain, kecuali jika ia bertarung dalam pemilihan kepala daerah.

"Kalau Pilkada ada calon independen, sedangkan capres butuh dukungan partai politik dan minimal 20 persen kursi sesuai UU Pilpres. Kalau partai yang mendukung tidak signifikan bagaimana?," katanya.

Jika hanya mengandalkan popularitas, nampaknya perjalanan politik Jenderal Naga Bonar masih akan mengalami banyak kendala untuk bisa memimpin bangsa Indonesia.
Kompas.com (11 Maret 2009)

0 komentar:

Post a Comment