Sebera Pedulimu untuk Saudaramu!!!

Solidaritas Kebersamaan

Tuesday, November 25, 2008

Teknologi Pro-Rakyat

Benyamin Lakitan
Guru Besar Universitas Sriwijaya,
Sekretaris Kementerian Negara Riset dan Teknologi

Teknologi umumnya berkonotasi dengan sesuatu yang modern, mahal, dan perlu-kecerdasan, ia terpisah jauh dari kemiskinan, kebodohan, dan segala sesuatu yang bersifat tradisional. Pandangan yang demikian dapat menumbuhkan kesan bahwa akan sulit untuk mengembangkan teknologi bagi rakyat miskin (pro-poor technology).

Teknologi yang pro-poor pada prinsipnya merupakan teknologi yang dapat menjadi solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin. Akan sempurna jika teknologi tersebut dapat diterapkan langsung oleh masyarakat miskin.

Oleh sebab itu, teknologi yang pro-poor tidak spontan berawal dari kegiatan riset oleh institusi pengembang teknologi, tetapi ia harus diawali dari kecermatan dalam mengidentifikasi permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat miskin, baik di perkotaan maupun di perdesaan.

Pencermatan juga harus melingkupi upaya memahami tentang sumber daya dan kemampuan masyarakat miskin tersebut untuk mengadopsi teknologi.

Bekal pemahaman tentang permasalahan dan kemampuan adopsi teknologi tersebut menjadi koridor yang diacu institusi atau individu peneliti untuk melakukan riset. Dengan demikian, riset yang dilakukan sangat bersifat terarah sasarannya (goal-oriented research), dan bukan merupakan riset yang hanya didorong rasa keingintahuan (curiousity driven research).

Kelemahan komunitas pengembang teknologi, baik di perguruan tinggi maupun kelembagaan riset lain, umumnya adalah pada sisi pencermatan tentang permasalahan nyata yang dihadapi masyarakat, dan pemahaman tentang kemampuan adopsi dan preferensi pengguna teknologi, baik masyarakat umum yang menjadi sasarannya maupun industri.

Bukti kelemahan tersebut tecermin secara nyata dengan sangat sedikitnya teknologi yang telah dikembangkan yang kemudian dimanfaatkan masyarakat ataupun digunakan kalangan industri.

Permasalahan masyarakat miskin

Permasalahan masyarakat miskin tentu punya banyak dimensi dan ragamnya, tetapi jelas beberapa di antaranya membutuhkan solusi teknologi. Permasalahan masyarakat miskin perkotaan berbeda dengan yang di perdesaan.

Beberapa masalah yang dihadapi masyarakat miskin di perkotaan, antara lain adalah. (1) Rumah tinggal yang layak (memenuhi persyaratan kesehatan dan lingkungan) dan terjangkau. (2) Sarana / prasarana mobilitas yang manusiawi dan tidak terlalu membebani secara ekonomi. (3) Air bersih untuk pemenuhan kebutuhan domestik.

Ragam permasalahan masyarakat miskin di perdesaan berkaitan erat dengan sektor ekonomi yang paling dominan. Permasalahan pada desa yang berbasis pertanian akan beda dengan desa pesisir, begitu juga desa dengan basis ekonomi lainnya.

Untuk perdesaan yang berbasis pertanian, permasalahan yang dominan diprediksi akan berkaitan dengan, (1) upaya meningkatkan produksi pertanian yang juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petani dan (2) upaya mengurangi kehilangan hasil selama panen dan pascapanen, termasuk pengolahan hasil-hasil pertanian menjadi produk olahan yang lebih awet dan mempunyai nilai ekonomi yang lebih baik.

Pilihan teknologi yang ditawarkan tentu selalu harus mempertimbangkan kemampuan teknis dan ekonomis petani serta masyarakat perdesaan pengolah hasil pertanian. Dukungan teknologi untuk mengembangkan small-scale, on-site agroindustry merupakan salah satu pilihan yang tampaknya akan cocok.

Untuk desa pesisir, kegiatan ekonomi yang dominan adalah sektor perikanan dan pada beberapa lokasi adalah sektor pariwisata. Permasalahan yang umumnya dihadapi masyarakat miskin di kawasan pesisir ini, antara lain terkait dengan, (1) kelangkaan air bersih, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk pemenuhan kebutuhan kegiatan ekonominya (pengolahan hasil laut atau pariwisata) dan (2) armada dan peralatan penangkapan ikan dengan biaya operasional yang masih tinggi (terkait dengan harga BBM).

Sebagaimana untuk perdesaan berbasis pertanian, solusi teknologi yang ditawarkan untuk menyelesaikan permasalahan desa-desa pesisir juga selalu harus mempertimbangkan kemampuan dan preferensi nelayan dan pengolah hasil laut dan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin di kawasan pesisir.

Dengan memahami betapa banyak ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat miskin, tentu pengembangan teknologi yang berpihak pada kepentingan dan sesuai kemampuan masyarakat miskin juga akan banyak ragamnya, serta perlu ditujukan secara spesifik untuk tiap-tiap komunitas masyarakat miskin tertentu.

Teknologi tepat guna

Sebetulnya, genre teknologi tepat guna (TTG) telah lama dikibarkan dan secara rutin dilakukan kegiatan pamerannya secara nasional. Pada 2008 ini pameran TTG dilaksanakan di Semarang dan dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia.

Sayangnya, pengertian TTG sering disetarakan pengertiannya dengan teknologi sederhana. Seharusnya TTG dimaknai sebagai teknologi yang sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat umum dan para pengguna teknologi lainnya. Berdasarkan jenis permasalahan kemampuan pihak pengguna, TTG dapat berupa teknologi sederhan dan teknologi supermaju.

Pada dasarnya TTG yang ditunjuk untuk masyarakat miskin adalah teknologi yang pro-poor. Berdasarkan kenyataan bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat miskin dan kemampuan adopsi teknologinya, teknologi yang dibutuhkan sebagai solusinya juga kebanyakan merupakan teknologi sederhana, tentu dengan beberapa pengecualian.

Dari sisi pengembang teknologi rasanya institusi riset kita sudah mampu menyediakan teknologi tersebut. Hanya mungkin masih perlu penyesuaian agar lebih mampu diadopsi masyarakat miskin, terutama jika dikaitkan dengan kemampuan ekonominya. Perlu negosiasi antara menjaga kehandalan teknologinya dan investasi / biaya yang perlu dikeluarkan untuk aplikasinya.

Pada saat ini yang perlu dilakukan adalah adaptasi teknologi yang sudah tersedia ke arah maksimalisasi komponen lokal, dirancang untuk pengunaan bahan baku lokal, diarahkan untuk pemenuhan permintaan pasar domestik dan disesuaikan dengan kemampuan adopsi mayoritas potensial dalam negeri.

Dengan memprioritaskan upaya adaptasi teknologi tersebut, mata rantai terlemah dalam hubungan pengembang-pengguna teknologi akan dapat diperkuat. Teknologi pro-poor yang dihasilkan institusi riset nasional dapat diadopsi masyarakat miskin. Hasil akhir dari rangkaian aliran teknologi itu tentunya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat. (MEDIA INDONESIA, 19 Nopember 2008/ humasristek)

0 komentar:

Post a Comment