Sebera Pedulimu untuk Saudaramu!!!

Solidaritas Kebersamaan

Tuesday, October 28, 2008

Mencari Pemimpin di Negri yang Hancur

Apa yang terjadi dengan negeri ini sungguh memprihatinkan! Banyak pemimpin yang tidak memerhatikan rakyat, dan lebih senang memupuk kekayaan dan menumpuk kemewahan. Memang tidak ada yang salah dengan keinginan menjadi kaya. Namun, itu akan menjadi salah dan tercela secara sosial jika mereka mendapatkan itu semua dari cara yang illegal. Padahal, di depan matanya, di televisi yang ditontonnya, di koran yang dibacanya, di belakang rumahnya, dan di pinggir jalan yang sering dilaluinya semua memperlihatkan kesengsaraan rakyat.

Untuk konteks hidup bermasyarakat. Menurut Prof Dr Komaruddin Hidayat, Indonesia saat ini membutuhkan orang-orang yang mau berkorban untuk bangsanya. Komaruddin mengatakan, keterpurukan dan kesengsaraan yang dihadapi warga bangsa saat ini bukan sekadar akibat dari kebijakan yang kurang berpihak kepada rakyat, tetapi adalah akumulasi dari kejelekan yang ada selama ini. Namun keterpurukan yang dialami rakyat hari ini bisa dihentikan oleh pemimpin negeri ini jika mau berkorban-berpihak untuk rakyat dan bangsanya.

Indonesia saat ini sedang mengalami suatu masa yang sangat sulit. Bagaimana mungkin sebuah negara dengan alamnya yang begitu makmur, tapi rakyatnya miskin melarat, kas negara kosong, terjebak hutang dan pemerintahnya kebingungan memberikan subsidi bagi rakyatnya. Kondisi ini merupakan tragedi karena kita memang hidup dengan utang. Negeri secara ekonomi telah terjajah, rakyatnyapun terjebak mesin konsumerisme dan hedonisme.

Secara faktual, ternyata nation building kita gagal. Berbagai bidang kehidupan seperti hukum, pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, politik dan kesehatan malah cenderung memperlihatkan kegagalan. Hukum rapuh, pendidikan juga tidak menggembirakan, ekonomi kita terpuruk, yang lain juga begitu adanya.

Negara welfare state adalah negara yang mampu mandiri, mensejahterakan dan melindungi rakyatnya. Segala kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah dalam konteks ini seharusnya berpihak dan sepenuhnya demi kepentingan hak-hak asasi rakyat. Namun problem riilnya, ternyata negara tidak bisa berbuat apa-apa. Malah lebih miris lagi menjadi kuda troya bagi kekuatan asing untuk menjajah rakyatnya sendiri.

Sesungguhnya, jika kita menelaah lebih lanjut, coba merenungi dan bertanya apakah negara-bangsa ini mampu atau tidak untuk lepas dari segala keterkungkungan ini. Jawabannya, sebenarnya, negara-bangsa ini mampu menangkal, apalagi jika memanfaatkan segala kemampuan dan potensi yang ada. Namun, karena pengelolaan negara-bangsa ini tidak lagi memanfaatkan modal sosial dan modal budaya yang dimilikinya, maka pembangunan negara-bangsa ini gagal. Apalagi jika kita melihat segala elan vital dan nilai keagamaan serta kebijaksanaan-kearifan lokal kita yang secara perlahan mulai dihancurkan secara sistematis. Maka pijakan sosial-kultural kita sudah tidak lagi menjadi fundamen-pondasi untuk berdiri sebagai bangsa besar dan berjaya. Kita hanya mampu membayangkan kebanggaan kejayaan masa lalu yang tersisa di atas puing serpihan.

Di bidang ekonomi, tradisi kemandirian termasuk tradisi berdagang kita hancur dan lebih senang menjadi dan mengembangkan budaya kuli-babu, di bidang sosial-budaya terlihat infiltrasi budaya-budaya asing yang masuk sudah tak tertahankan dan tak mampu tersaring lagi mana yang baik dan mana yang sampah. Semua yang dari dari luar dianggap baik, padahal kebanyakan adalah sampah. Jika tak kenal dengan fastfood (Mc Donald, KFC, CFC dsb) dianggap tak gaul, padahal di negeri asalnya, semua itu terkategori makanan sampah. Di bidang politik, sistem politik kita telah dikuasai rezim kleptokrasi yang menghasilkan kebijakan sampah yang hanya menguntungkan perut dan mulut sendiri, serta hanya melanggengkan rezim penindas kacung imperialisme-kapitalisme, yang menggadaikan kedaulatan negara-bangsa kepada asing.

Selanjutnya, jika kita lihat di bidang hukum yang terlihat hanyalah kepedihan, jangan pernah bicara keadilan jika anda tak punya uang, jangan bicara keadilan jika rakyat tak pernah sama di hadapan hukum. Di bidang pendidikan juga tak kalah memiriskan, berbagai masalah dengan dunia pendidikan, pengelolaan anggaran pendidikan yang tidak visioner dan parsial justru melemahkan dan tidak bersentuhan terhadap peningkatan kualitas pendidikan. Belum lagi jika bicara kebijakan kurikulum yang tidak jelas, sampai dengan mutu pendidikan dan kapitalisme pendidikan yang terjadi. Dengan adanya fakta tersebut dapat dikatakan bahwa negara kita telah gagal dalam masalah pendidikan. Pendidikan semakin mahal dan tak dapat dinikmati masyarakat. Di bidang kesehatan, masih bermimpi jika kita dapat melihat jaminan sosial kesehatan yang berhasil meningkatkan akses pelayanan publik untuk pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan. Karena perspektif kebijakan dan pengelolaan kebijakan yang telah ada memang tidak diperuntukkan atau tidak memiliki sense terhadap keberpihakan rakyat.

Memang jika melihat setumpuk permasalahan yang dihadapi bangsa ini, maka seakan kita kebingungan hendak memulai darimana memperbaiki kondisi negara-bangsa ini. Untuk itu, kita memerlukan bukan saja sistem yang kuat, tapi juga pemimpin yang berani. Berani dalam hal mengambil segala kebijakan untuk membenahi kebobrokan ini. Jika tidak, apalagi pemimpin yang ada adalah pemimpin yang sekadar cari posisi, cari rezeki, cari aman, dan malah jadi kacung. Pasti perubahan itu tak akan maksimal!

Saya membayangkan hadirnya pemimpin yang berani untuk mengatakan tidak terhadap segala intervensi asing seperti Chavez dan Morales, pemimpin yang bukan hanya jual tampang dan sok populis tapi kebijakan tidak populis malah hanya menguntungkan pemilik modal, elit-pemerintahan, dan golongannya saja, trus...pemimpin yang berani bukan saja menebas habis korupsi kecil-kecilan, tapi juga yang kelas kakap, sekaligus merindukan adanya pemimpin yang sederhana dan memberikan tauladan seperti Ahmadinejad, yang sekaligus memiliki integritas, keberanian, visi-misi dan program yang jelas untuk membawa bangsanya menjadi bangsa besar dan bermartabat.

Semoga kedepan, pada pesta rakyat kita berhasil memilih pemimpin yang paling tidak, punya standar minimal seperti catatan-catatan di atas itulah! Klo tidak, yaaa...siap-siap saja, mudah-mudahan desa ini, utowo negri ini akan hancur! mungkin sama nasibnya sama Majapahit atow kerajaan yang lain ti nggal Jalan Majapahit...

0 komentar:

Post a Comment